Thursday, June 26, 2008

the second mind

remember my previous post about 'padat' when i said that there is something beyond my control that always 'bother' me in every single move i make and every thought i have?
if you know 'the valkyries' by paulo coelo, that's what he called 'the second mind' in that book.

taken from that book, page 27:
The second mind is a tough thing to deal with. It's at work regardless of whether you want it to be or not.
Have you ever had someone you loved stick in your mind? It's really terrible when that happens. You travel, you try to forget, but your second mind keeps saying: "oh, he would really love that!' 'oh, if only he were here'
Chris (and I) was astonished. she (and I) never thought of such a thing as a second mind. She (and I) had two minds . Functioning at the same time.
in order to penetrate the invisible world and develop your power, you have to live in present, the here and now. In order to live in the present, you (chris and I) have to control your second mind.
Gene asked chris to concentrate on her second mind. she concentrated and in few moments, it disappeared. she was now completely alert, listening only to Gene's words.

i hope i finally found how to control (or even to erase) my second mind, i'll try to do the best i could (i also asked you to wish me luck, remember?)

Sunday, June 22, 2008

anak-anak itu (bag.3)

masih bukan tulisan bersambung, hanya tulisan yang relevan saja dengan yang dulu karena bercerita tentang anak-anak. tulisan ini dimulai dengan...............
di sebuah cafe pada suatu hari di akhir pekan, dua orang sahabat saling bertukar pendapat mereka setelah beberapa waktu berselang tidak duduk dan bercerita.
"wan...pernikahanku diundur" (tanpa berani melihat ke mata sahabatnya)
"kenapa?" (mencoba bertanya dengan tenang seolah bukan hal yang mengejutkan)
"menunggu semuanya siap, maksudku orang tuanya siap untuk melangsungkan pernikahan kami"
"kamu sendiri? atau kalian sendiri sudah benar-benar siap?" (kali ini si wan menatapnya lekat)
"siap (dengan penuh keyakinan)....tapi aku menjadi tidak yakin"
"whattt? tidak yakin akan menikah atau tidak yakin untuk menikah dengannya?"
"tidak yakin untuk menikah dengannya, ternyata rasa itu memang ada lho....tidak yakin untuk menikah dengan seseorang"
"kamu mencintainya?"(menatapnya lebih lekat lagi)
"cinta....cinta kami bukan seperti ....bukan seperti cara kamu menterjemahkan cinta, tidak pernah keluar kata-kata 'aku mencintaimu', tidak bisa mengeluarkan itu semua, baik dia maupun aku, tidak seperti kamu yang begitu ekspresif mengungkapkan perasaanmu"
"jadi....apa yang menjadikanmu tidak yakin?"
"waktu yang diundur"
"apa salahnya dengan mengundur waktu? toh kalian akan tetap menikah, dan semuanya akan bahagia dengan model pernikahan kalian, sebuah pernikahan yang penuh dengan nuansa politik"
"ngaco kamu.....masak nuansa politik" (tersenyum akhirnya dia)
"kamu bukan orang pertama yang ada di dunia ini yang menikah dengan gaya dipolitisir, tetanggaku memaksa anak gadisnya segera menikah hanya karena bapaknya akan segera pensiun, jadi momen resepsi pernikahan harus tepat, begitu juga dengan calon mertuamu"
"iya aku tau....tapi jeda waktu itu, banyak hal bisa terjadi"
"it's all about you and her and not about your parents. you love each other, don't you?" (maksa mendengar jawaban yang tegas)
"dia beda dengan kamu"
"jelas itu, lalu, tanyakan perasaannya padamu"
"dia juga bukan termasuk orang-orang seperti itu, menikah adalah ibadah baginya"
"aku juga menganggap demikian, lalu apa yang tidak yakin?"
"hal-hal lain bisa terjadi"
"kamu jatuh cinta dengan orang lain maksudmu? dalam waktu sesingkat itu? atau dia menerima orang lain? rasanya tak mungkin mengingat alasan politis yang diungkapkan orang tuanya. aku yakin kalian akan tetap menikah"
"hehhee...."
"kamu tidak yakin dengan diri kamu sendiri! dasarrr...."
"begitu menurutmu?"
"saya belum pernah menikah, dan saya hanya bisa menyampaikan apa yang orang-orang bilang ke saya 'wan, jodoh tak kan kemana, berdoa, minta yang terbaik dan berdoa', semoga ini membantu"
"orang2 itu mengatakan itu untuk disampaikan kepadaku"
"hahahhaha................."(dua orang sahabat tertawa berderai bersama sambil menerawang sendiri2 menatap ke arah yang berlawan, dua-duanya sama-sama tidak yakin akan jodohnya....ternyata)
pernikahan ternyata tidak selalu didasari oleh cinta, itu bukan hal yang baru, dari sejak jaman kerajaan2 dulu, di seluruh pelosok negeri ini, pernikahan adalah sebuah politisasi yang dilakukan oleh kedua orang tua. memang banyak juga pernikahan yang didasari cinta, bahkan cinta buta sekalipun, namun politisasi cinta selalu ada di dalamnya. dari pernikahan antara pangeran dan putri raja, pernikahan antara anak saudagar A dengan saudagar X, semua adalah dilatar belakangi oleh isu 'politik' orang tuanya. bahkan resepsi pernikahan yang memanfaatkan momentum ketika sedang menjabat sebuah jabatan empuk juga dilakukan oleh orang tua atau sebelum waktu lengser tiba.
memang, pernikahan adalah saat dimana orang tua melepaskan anak-anak mereka ke jenjang yang lebih mandiri, lahir dan batin. wajar jika mereka masih merasa berkewajiban ikut campur dalam prosesi untuk menuju 'rumah baru' anak-anaknya. namun, haruskah demikian? saya tiba-tiba bertanya pada diri sendiri, akankah saya malu nantinya bila anak saya tidak ingin memiliki resepsi pernikahan besar-besaran ala orang2 sekarang yang ternyata saya idamkan untuk saya berikan pada anak saya nantinya? apakah saya akan disingkirkan dari komunitas saya nantinya bila anak2 saya lebih memilih sebuah pesta pernikahan sakral yang hanya mengundang sahabat terdekat mereka, tetangga dekat kami, dan saudara paling dekat kami ke sebuah tempat terpencil yang anak saya pilih atau hanya di kebun belakang rumah kami? apakah saya akan merasa tidak memberikan yang terbaik untuk anak2 saya bila ternyata mereka sendiri yang memilih untuk memiliki pesta kawin tamasya ala temen2 mereka?
saya jadi ingat pernah bilang, anak2 adalah juga pribadi yang merdeka dan mandiri, perasaan, dan keputusan mereka tidak bisa diatur semena-mena oleh orang tua, tapi jikalau anak hidup dan besar dalam lingkungan yang mengharuskan bahwa sebuh pernikahan "perlu" di politisir demi menjaga relasi, koneksi, dan reputasi maka itu juga tidak ada salahnya.
Beberapa teman saya menikah tanpa resepsi besar-besaran, bahkan tanpa undangan juga ada, sebagai salah satu sahabatnya, saya juga pernah mendapat undangan "an, kalo ada waktu dan sempat, datanglah ke pernikahanku, aku tidak mau membebanimu dengan itu semua. mohon doamu aja ya". dan saya berdoa untuknya dari jauh, karena memang kampungnya jauh dari tempat saya breada waktu itu. dan mereka, baik2 saja selama resepsi yang hanya dihadiri oleh kerabat dekat dan tetangga dekat, keluarga mereka nyaman2 saja, peduli amat apa kata orang jika mereka hanya mau (atau mungkin mampu) menyelenggarakan pesta pernikahan sakral terbatas, toh semua legal, syah dan direstui.
jujur saya tidak tau resepsi pernikahan macam apa yang saya inginkan bila saya menikah nantinya, saya tidak pernah memimpikannya sejak kecil. yang saya tau, bila saya menikah nanti saya akan menikah dengan orang yang saya cintai dan mencintai saya, direstui serta disaksikan oleh orang-orang yang saya cintai dan mencintai saya dan mampu saya ingat satu persatu wajah mereka yang hadir dengan penuh cinta untuk kami berdua.
percakapan itu berlanjut
"kamu harus yakin....singkirkan berapa persenpun ketidakyakinan dari dirimu, bersyukurlah karena kamu akan menikah"
"bersyukurlah karena kamu memiliki cinta"
"dan bersyukurlah orang-orang yang menikah, tanpa atau dengan cinta"
"hehehehe............"(tawa derai mereka berdua)
(anak-anak itu hanya ingin membahagiakan orang tuanya, tidak lebih)

Saturday, June 21, 2008

award

baru 1 jam saya masuk rumah setelah trip kantor (lagi) di surabaya (akhirnya hitam di atas putih itu kluar jg...yah emang kudu kluar kl nggak hhhmmm....), mungkin karena ada utang tugas dan gak terlalu capek, jd langsung nyalain kompt lagi dan menulislah saya di sini (asli blum mandi jg...tar aja ah), juga karena didorong oleh keinginan saya untuk membalas sebuah "award" yang diberikannya pada saya beberapa saat lalu (saya tak kan melupakanya). ternyata diberi award emang menyenangkan ya....dan mencoba untuk tetap humble dan low profile itu....susah-susah gampang...hehehe...:D, terlebih pada diri sendiri.
tulisan ini sebagai award saya buat si itikkecil karena telah menulis ttg saya:

My Friends’s blogs
Juni 19, 2008 oleh
itikkecil
Seperti sering saya tulis sebelumnya, di wordpress ini saya banyak menemukan teman baru. Memang di kehidupan nyata teman saya sedikit, karena sebagian besar hidup saya terpusat untuk satu orang saja tolong jangan ditanya orang itu siapa. tapi terinspirasi oleh
tulisan Alex, saya menulis kebalikan dari tulisan Alex itu. saya menulis tentang blog teman-teman saya di dunia nyata. Hanya ada tiga nama yang menurut saya cukup aktif menulis di blog dan hanya satu yang di wordpress. karena itu saya berniat untuk membuat yang lainnya murtad berpindah ke wordpress.
Ana
Blog ini adalah blog yang bercerita tentang keseharian seorang Ana. ceritanya mengalir, kadang-kadang ada cerpen, terkadang bercerita tentang kehidupannya di kota Jakarta, sering juga ada sesi curhat di sini. mengutip kata-kata Alex, blog ini adalah blog yang ditulis oleh seorang perempuan dewasa. Saya selalu suka membaca di sini walaupun kadang-kadang tidak berkomentar.
...............
sebenernya masih ada lanjutannya, cm baca sendiri aja ya di wordpress ira. thanks, ir...tar kalo saya ke palembang lagi, ajakin ketemu komunitas kamu ya, tp apakah kudu pake 'mask'? hihii...
jadi ira dengan wordpressnya adalah:
seorang gadis tinggi (kriting) suka sekali menulis di wordpressnya, tidak mem'bold' dan 'italic' ato meletakan kata-kata dalam kurung tapi mencoret kata-kata yang dia anggap gak perlu tapi perlu ditulis dan diketahui khalayak (bingung..bingung deh :p). konsisten dengan idealismenya dan berdedikasi utk program hiv/aids. bergaya pendiam tapi tidak sebenarnya. entah kenapa dia meletakkan saya sebagai temannya yang mampu "mengisi"nya dengan membaca blog saya. ir, saya gak mungkin nimpuk kamu..kamu tau itu :D
oya ir, saya pake kok wordpress cm di sini nih: 20ribuanakasuh cuma belum sempat dibenahi lagi.
ada cukup banyak blog/wordpres/multiply ato apalah yg sering saya kunjungi, tapi entah kenapa saya blum mau mencantumkan link-link mereka. seperti halnya kata beberapa sahabat dan temen saya (ke saya tentunya), mereka rajin nyambangi blog saya tp gak ninggalin jejak, saya juga kok....:-)

Sunday, June 15, 2008

padat

sepadat apa jadwal saya, hanya saya yang bisa atur.
ketemu ma temen2 lama, makan makanan thai yg bikin pusing, eneg, dan sakit perut, nongkrong sampai ngantuk nguap-nguap demi mendengar kisah cinta sobat.
nonton kung fu panda pulang kantor malam-malam sambil bawa tas besar isi baju2 kotor sisa acara workshop di puncak selama 3 hari sebelumnya.
nyiapin acara kantor dadakan dan nyiapin dokumen-dokumen persetujuan yang sampai detik ini blum terima hitam di atas putihnya padahal harus sudah jalan rabu depan di tempat nun jauh dr jakarta.
pulang kampung, ngumpul2 ma temen2 lama juga, dan 2 hari penuh srasa kurang menghabiskan wiken di kampung halaman.
baru duduk enak buat laporan monitoring ke lombok seminggu sebelumya sudah harus nyiapin rapat berturut-turut selama 3 hari dan nyiapin materinya, selesaiin laporannya (OMG...yg satu blum slesai gara2 ditinggal ke puncak..damn!)
disempat-sempatin buka modul distance learning (smoga klaar ngerjain assignmentnya kl nggak gagal), kadang2 buka buku kursus satunya lagi, yg hanya dibuka pas hari kursus (karena gurunya selalu bikin panas ati tiap kali ngajar di klas, jd bikin males blajar, ilmu dan ketrampilan utk kursus satu ini gak nambah2 sptnya)
sebuah kilas balik selama 2 minggu terakhir yang mana ternyata sepadat apapun, dia selalu nyelip diantara kepadatan itu, sebuah kekuatan yang belum mampu saya atur seperti padatnya jadwal saya yang walaupun padat tapi semua masih dalam jangkauan dan kemampuan saya dan tidak membuat saya dibudaki oleh pekerjaan.

Monday, June 02, 2008

anak2 itu (bag.2)

sama sekali tidak berniat membuat tulisan bersambung, namun judulnya pas bila kita membicarakan soal anak2. sebagai seseorg yang blum menikah dan blum punya anak, maka pengetahuanku ttg anak2 lebih pada hasil cerita temen2, sahabat2, atau orang2 tua itu dan tentunya pengalaman sendiri. sampai saat ini, setiap kali cerita apapun dari mereka, saya mencoba bercermin pada pengalaman saya sendiri sebagai anak kecil (ant. umur 5-25th-msh blum nikah) dulu.

tidak mudah mendidik anak tentang bagaimana hidup, apa itu hidup, dan dengan siapa kita hidup (ternyata)
contoh sederhana:

bagaimana hidup: bahwa setiap habis pulang sekolah, maka ganti baju seragam dengan baju rumah, cuci tangan-kaki, makan siang, sholat, tidur siang, dan bermain lalu belajar. sebagian dari rutinitas itu harus ditanamkan, diwajibkan namun sebagian juga ternyata tak lepas contoh secara langsung dari kedua orang tuanya. hidup bersih, teratur, dan sehat, adalah contoh sederhana dari orang tua. saya telah membuktikan dan melihat sendiri hasilnya dari beberapa observasi yang saya lakukan terhadap teman2 saya maupun berkaca pada diri saya sendiri, bahwa contoh orang tua lebih mengena dan melekat pada anak2nya.

apa itu hidup: hidup adalah perjuangan, hidup adalah kasih sayang, hidup adalah belajar, hidup adalah beribadah, hidup adalah kesenangan dan kesedihan. untuk yang satu ini, anak2 juga harus belajar melewatinya sendiri, mengalaminya sendiri dan mengambil hikmahnya sendiri. tapi dari cerita2 temen2 atas anaknya, semua ternyata tak lepas dari contoh perilaku orang tuanya juga, apakah mereka berjuang? apakah mereka penuh kasih sayang? apakah mereka belajar dari kesalahan? apakah mereka beribadah? dan apakah mereka menikmati kesenangan berikut kesedihan menjalani hidup?. tanpa orang tua sadari, semua itu dapat membawa anak2nya pada sebuah 'template' cara pandang yang menuntun mereka ke arah tujuan hidup mereka. contohnya: ketika orang tua mengharap anak2 mereka berpendidikan tinggi maka anak2 mereka yg 'kurang' mampu melakukan itu akan sangat tertekan untuk memenuhi tuntutan itu, tanpa disadari sebuah 'pembanding-bandingan' antar anak yg satu dengan yang lain akan terjadi.

dengan siapa kita hidup: anak2 menuruni cerita2 dr orang2 tuanya, konsep orang tuanya, cara pandang orang tuanya. anak2 yang terbiasa terbuka dan menerima siapapun orang lain dalam hidupnya tanpa membeda-bedakan akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang lain dengan mereka yang terkungkung oleh didikan orang tuanya tentang siapa orang2 di sekitar mereka dan layak hidup dengan mereka. cerita ini kudengar sebagai oleh2 dari perjalanan singkat ke mataram lombok selama 4 hari minggu lalu. bapak ini berkisah, bahwa masih ada 2 kampung yang sampai saat ini "berperang" turun temurun hanya karena perselisihan tanah pekuburan bertahun-tahun silam. anak2 mereka sekarang, hidup dalam dendam yang tak berkesudahan tentang siapa musuh mereka, buat apa mereka menghimpun harta -yang mana buat berperang antar kampung!, dan siapa kawan mereka.

menjadi orang tua memang tidak mudah ternyata (memang, siapa bilang itu mudah? hehehe..) tp dulu pernah ada teman yang hampir (nyaris) merelakan rahimnya untuk dibenihi oleh sahabatnya yang gay, tapi ketika kutanyakan, apakah kamu rela kamu tidak membesarkan anakmu? tidak memeliharanya, mencurahkan kasih sayangmu padanya? apakah kamu tidak berpikir apa yang anakmu pikirkan ketika dia setua kita nantinya? apa kamu pikir kamu dan orang tua gay nya sudah memenuhi kewajiban kalian pada anak itu nantinya?. akhirnya dia memutuskan tidak melakukan itu dan tahun lalu dia telah melahirkan anak kandungnya sendiri sebagai buah cintanya dengan kekasihnya.

memutuskan memiliki anak adalah hak setiap pasangan dan tentunya kehendak Tuhan (maaf untuk yg tidak percaya Tuhan), tapi apakah seberkehendak Tuhan maka kita bebas menginginkan anak sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan dan mengingat apa keinginan anak2 itu ketika mereka sudah dewasa dan besar, karena mereka bukan lah terlahir untuk menjadi (hanya) kesenangan orang tua dan menjadi penerus keluarga tapi mereka adalah pribadi-pribadi yang bebas merdeka dengan perilaku yang dipengaruhi oleh sikap, didikan dan pengalaman2 masa kecilnya yang lebih banyak adalah karena orang tuanya. sanggupkan orang2 tua itu mempertanggungjawabkan di depan Tuhan semua hasil perbuatannya? atau apakah orang2 tua sadar bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan itu semua?

jadi, saya tetap ingin punya anak, bukan karena saya ingin memiliki kesenangan lain dalam hidup saya, bukan karena saya ingin membuktikan bahwa saya mampu dihamili dan melahirkan, bukan karena saya harus meneruskan garis keturunan keluarga2 saya (dan suami saya nantinya), tapi saya akan punya anak karena saya memiliki cinta yang begitu besar dan banyak untuk saya bagikan kepada anak, karena saya mau menerima tanggung jawab yang dipercayakan Tuhan kepada saya dan sebuah bentuk kepasrahan diri saya kepadaNya melalui cinta saya kepada suami saya (nantinya) , karena saya ingin menyebarkan kebaikan (yang saya yakin saya punyai) melalui anak saya. apakah masih kurang atau terlalu (dipikirkan) alasan saya untuk bisa memiliki anak? :-)

(ketika seorang anak menangis karena merasa tidak mampu memenuhi keinginan orang tuanya, ketika orang tua khawatir anaknya salah mengerti mereka, ketika seorang anak menginginkan anak untuk tetap memiliki cinta suaminya, ketika ibu2 mengeluh bagaimana anak2nya sulit diajari disiplin, bersih dan membantu, ketika istri2 mengeluh karena suaminya kurang (tidak) mendukung mereka dengan contoh2 dan perilaku kepada anak2nya, ketika seorang pejabat bingung bagaimana cara menghentikan dendam turun temurun yang sepertinya tiada akhir, ketika seorang anak ingin menyerahkan hidupnya untuk orang tuanya, ketika seorang anak ingin tau kenapa dia dilahirkan tapi tidak diinginkan, ketika alasan orang2 memiliki anak menjadi salah satu penyebab baby booming kedua.....ketika...ketika....dan ketika saya mulai menginginkan cinta yang sebenarnya dan kelebihan cinta serta ingin (lebih) dipercaya oleh Tuhan).