Wednesday, June 20, 2007

rumput hijau dan rahim

(sebuah cerita pendek sisa semalam)


"gue no comment deh" katanya sambil mengalihkan pandangan darinya.

"aaah..gue juga no comment deh"menundukkan kepala di atas meja dan merebahkan kepalanya di sana. lalu katanya lagi...

"aku lelah.., gak tau mesti gimana lagi, rasa ini telah menggerogoti raga dan jiwaku" suaranya melenguh di bawah telungkup tangannya.

"gue tetep no comment"kali ini ditatapnya wajah yang tak terlihat karena tertelungkup di atas meja itu.

"sepertinya dia tidak lebih baik"kali ini sudah dengan wajah menatap lawan bicara namun masih bertumpu pada meja.

"apa katanya?"

"panjang...panjang...lebih dari 10 kiriman sms, sepanjang penantiannya kukira...hhhmmm...kalau aku tidak salah hitung...hampir 10 tahun"kali ini wajahnya menerawang ke masa entah kapan.

"hanya sebuah kesabaran yang bisa membuatnya seperti itu"

"dan keikhlasan...yah, walaupun dia bukan yang pertama dan satu-satunya, tapi kami cukup dekat dulu...dan sepertinya akan kembali dekat sejak semalam"

"apa yang terjadi?"

"hampir 10 tahun yang lalu dia mulai menanam rumput hijau di halamannya, kemudian mulai membuka pintu rahimnya lebih dulu diantara kami semua, namun seiring hijaunya rumput di halamannya tak kunjung tertanam benih di rahimnya"

"rahasia hidup..."

"selanjutnya satu demi satu diantara kami mulai menanam rumput hijau di halaman kami masing-masing...kecuali aku...rumput apa yang akan kutanam bila sepetak halamanpun aku belum punya"

"aah..jangan begitu, kamu telah pernah memiliki beberapa pot tanaman, bunga rose dan ..apa kabarnya mereka semua?"

"justru itu...mereka mati satu persatu, mungkin karena aku terlalu lelah memeliharanya dan aku sama sekali belum terbayang akan sebuah halamanpun bila mengurusi bunga-bunga itu saja aku tidaklah becus"

"apa katanya lagi?"

"rumput hijau yang lain telah tumbuh subur, menghijau dan bahkan ditumbuhi bunga warna warni, karena dari rahim-rahim mereka tumbuh benih-benih yang menyemarakkan hidup mereka...dia bilang mereka bahagia bermain di atas halaman berumput mereka dengan semua anak-anak mereka yang berlari mengitarinya dan... dia bilang kesabarannya masih tetap diuji"

"bagaimana dengan yang lainnya?" perhatiannya tertumpah pada wajah di hadapannya.

"dia?...rumputnya juga menghijau, rahimnya juga dipercaya..waktu itu..tapi tidak untuk selanjutnya, dia harus merelakan rahim itu untuk diambil lebih dulu atau dia dan rahimnya akan terambil semua dalam waktu yang bersamaan perlahan-lahan"

"oooh...katakan padanya aku akan ikut membantunya"

"iya...jangan khawatir, aku sudah mengatakan padanya untuk tidak khawatir"

"rumput hijau tetangga selalu terlihat lebih hijau ya?"

"sepertinya begitu...tapi kamu tau, ketika aku merasa demikian pula, dan merasa lelah raga dan jiwa, merasa tidak dibutuhkan oleh siapapun, merasa sia-sia dengan rasa yang kumiliki, beberapa pemilik rumput hijau itu memalingkan wajahnya kepadaku dan aku merasa bermakna lagi, merasa dibutuhkan. mereka mengatakan kalau rumputku terlihat lebih bersinar walaupun aku bilang kepada mereka aku belumlah memiliki rumput itu"

"rahim...aku belum siap untuk membukanya"

"dan aku...aku tidak tau kapan aku akan menanami rumput hijau di halamanku, apalagi membuka rahimku"kembali dia menunduk dan meletakkan kepalanya di atas meja.

"tapi kamu percaya kan?" disentuhnya rambut itu dengan lembut.

"aku harus...atau aku akan menjadi pendosa di atas matinya semua bunga yang pernah kumiliki dulu lagipula pemilik rahim tempat aku bersemayam dulu tetap berharap bisa mengunjungi halamanku yang berumput hijau dan melihat rahimku terbuka suatu hari nanti"dia mengangkat wajahnya dengan lemah tapi menatap tajam kepada lawan bicaranya.

"jangan sampai kau menjadi pendosa"digenggamnya tangan itu dengan kuat untuk meyakinkannya.

"perempuan-perempuan dengan rumput hijau di halamannya masing-masing, tetap merasakan sedikit kecemburuan ketika rumput hijau tetangga 'sepertinya' tampak lebih hijau. dianugerahi rahim-rahim yang terbuka...demikian kuat dan bersahaja"

"perempuan-perempuan dengan kodratnya masing-masing dan dengan pilihan hidupnya masing-masing pula...seperti halnya kita"dengan senyum dia menatap wajah itu.

"terima kasih untuk selalu ada buatku ya...di mataku rumputmu selalu terlihat lebih hijau"dibalasnya senyum itu dengan tulus.

Wednesday, June 06, 2007

another long weekend

Pagi subuh ketika untuk keberapa kalinya aku menatap wajahnya di pagi itu menjelang keberangkatanku kembali ke bumi.
aku tahu aku takkan kuasa mengatakan kepadanya hal yang sebenarnya, karena bila semua itu keluar, dia justru akan melihat air mataku dibanding apa yang akan aku katakan padanya. dan terlebih lagi, setelah-setelahnya hanya akan ada air mata di sana...untuk waktu yang lama hanya karena airmataku. dan selanjutnya adalah tubuh kering dan kecil yang akan nampak di sana.
akhirnya, akhir pekan panjang kali ini hanya kuakhiri dengan.
"doakan aku selalu ya, aku baik-baik saja" datar (sebisa mungkin), kutatap matanya (untuk meyakinkan kata-kataku adalah benar), senyum (untuk membuatnya selalu tenang).
"tentu, apa yang bisa aku lakukan untukmu bila bukan itu?"
lanjutnya..
"melihatmu tersenyum, sehat, dan baik-baik saja itu cukup, aku tidak meminta lebih"
kuusap sayapku, kuselipkan bekalku dan kulambaikan sayapku padanya setelah mencium dan memeluknya erat dan mendekap kekasihnya pula yang juga aku kasihi...kemudian...aku mulai terbang...terbang..dan melayang..kembali ke bumi..kepada kehidupanku dan kepada...cintaku dan kerinduanku, cinta dan rindu yang takkan kukatakan padanya...sampai...aku tidak tahu kapan... mungkin ketika aku mengunjunginya di akhir pekan yang lain lagi dan membawa banyak cerita dari bumi untuknya, atau bahkan mungkin tidak akan pernah kukatakan padanya bila hanya ada airmata di sana.
(sebuah cerita untuk dua orang terkasih di negeri nan jauh dari bumiku..."mom, dad..i am so sorry ya..")